Kamis, 10 Mei 2012

Sebuah Semangan dari 5 Jagoan Negeri

malam semakin larut, gue bingung mau nulis, mungkin memang benar akhir-akhir ini gue lebih sering Galau... 
pengen entri blog tapi gak tau ngetri apaan... sampai akhirnya gue ngobrak-abrik.. *tenang bukan Mr.Google kasihan udah tidur* gue ngobrak-abrik  akun FB gue, tanpa terkecuali, gue buka satu-satu dan gue temuin note disana... note tulisan gue tahun lalu, mungkin masih berantakan seperti gue yang cerewetnya minta ampun di blog ini, *EYDnya gak ketulungan berantakan banget* akhirnya gue dapetin guru terbaik didunia yang dengan sabar berani mengjariku *BUKU* dia lah ...

nah sila membaca cerpen ndak karuan ini
 commend by fb aja yah Fatimah Astuti 


   “Bowo” Panggil Bujang, dengan seketika Bowo terbangun dari lamunannya. Ternyata  tidak hanya Bujang disana, Ucok, Udin, dan Buyung juga ikut menghampiri Bowo. Mereka berteman ketika MOS di sekolah.  Karena mereka sama-sama dari daerah dan suku yang berbeda makanya mereka iseng-iseng untuk membuat sebuah pertemanan, namun yang pertama kali berkenalan dan memulainya adalah Ucok, cowok dari Medan yang PD abis. Sedangkan Bowo, dia berasal dari Jawa tengah, dengan sikapnya yang kalem membuatnya tidak berani mendekati siapapun.            “Ada apa kau melamun sampai kami datang kau tak nampak?” tanya Ucok, dengan logat Medannya, yang terlihat kasar.
            “Ah, ora ono opo-opo to!” sela Bowo, sambil membetulkan letak Blankonnya. Cowok satu itu memang cinta banget sama budaya Bangsa-nya terutama dengan budaya Jawa Tengah, Blankon akhirnya menjadi ciri khas Bowo di sekolah.
            “Jangan Bohong awak, ambo tau awak lagi pikirkan sesuatu!” timpal Buyung, dengan logat Padang yang masih melekat.
            “kulo tadi Cuma melamun tentang iku masalah budaya kita!” ucap Bowo, dengan mantap namun dengan logat lemah lembutnya bagai seorang anak kraton.
            “Kenapa lagi dengan budaya kita?” tanya Udin, dia hampir tidak bisa berbahasa Kalimantan Barat, bahkan logatnya-pun hilang dengan sendirinya. Berkat lima belas tahun lamanya tinggal di tanah Melayu dan jarang sekali pulang kekampungnya Kalimantan Barat.
            “Yah, kau tahu saja, banyak kesenian kita diambil sama mereka! Macam kemaren ada-lah Reog, ada-lah Rendang!” ucap Ucok dengan nada yang sangat menggelegar. Bahkan semua anak-anak disekolah menganggap mereka lebay, lantaran kecintaan mereka pada budaya bangsa yang berlebihan sehingga membuat mereka di panggil gank lebay.
          
Terpikir Ide di benak Bowo untuk membuat semua Forum atau Organisasi untuk melestarikan Budaya Bangsa, dia harus meminta bantuan teman-temannya pasti. Dia mungkin tahu, dia tidak bisa sendirian untuk melakukannya, hal itu terlalu berat harus diakukan sendirian. Akhirnya Bowo menceritakan tujuannya untuk membuat sebuah forum yang khusus bagi teman-teman yang ingin ikut dalam gerakan melestarikan budaya Bangsa.
            “Yang benar saje kau Bowo, mane ade yang nak dengar cakap kita!” ucap Bujang lantas berputus asa, mungkin dia belum pernah merasakan bagaimana kesenian dari daerahnya hampir dirampas oleh Bangsa lain. Tapi ketiga temannya Bowo, Buyung dan Udin, telah banyak Bangsa lain hampir merampas hak milik mereka.
            “Ambo setuju dengan pikiran awak Bowo! Ambo masi tidak ikhlas rendang sama yang lainnyo di klime sama Bangsa Orang!” ucap Buyung dengan nada sangat yakin dengan perkataannya.
            “Kau benar Bowo! Kita harus berkoar untuk menuju sebuah perubahan, jangan kita hanya bisanya ngomong AKU CINTA INDONESIA tapi semua perbuatannya nol!” ucap Ucok dengan nada lantang nan semangat yang menggebu-gebu.

            “engkau ini Ucok nak menggebu-gebu aja! Ape-lah kalian tu nak buat macem tu, cume buang-buang waktu tak berguna!”  ucap Bujang melunturkan semangat keempat teman-temannya.
            “Aku bukan mahu menggebu-gebu aku setuju! Kalau bukan kita siapa lagi yang ingin buat perubahan!” ucap Ucok dengan tapang yang marah sepertinya. Dia mudah terpancing emosinya setiap kali dia mendengar ada yang tidak menyetujui idenya.
            “Ah, udah lah cok! Dia tidak akan mengerti tentang ini! Bagaimana sakitnya kalau salah satu dari budaya kita di hak patenkan orang lain!” ucap Udin sambil duduk tepat disebelah Bowo, Bowo hanya mendengar argument-argument dari teman-temannya. Jika tidak juga mendapat kejelasan Bowo mulai beraksi dengan segudang Ilmu yang diam-diam disimpan olehnya.
            “Memang benar, ambo tahu tempat awak memang paling aman!” ucap Buyung dengan nada sedikit tidak senang dengan penuturan dari Bujang.
            “ape kate kau ni, aku hanye cakap siket aje!” ucap Bujang merasa tersinggung dengan omongan yang dikatakan oleh Buyung. Bujang memang sedikit sensitive terkadang menyebalkan, sikapnya malas-malasan dan hanya mengandalkan dari orang lain, tapi teman-temannya betah berteman dengan dia.
            Dengan desakan dari Ucok akhirnya Bujang mau ikutan dalam forum yang belum ditetapkan namanya, mereka masih mencari-cari nama yang tepat untuk forum yang akan mereka garap ini. Sungguh anak muda yang kreatif, tapi sayang sebuah perbuatan positif tak selalu mudah jalannya, pasti ada sedikit kendala. Ketika tersebar mereka akan membuat sebuah forum yang menurut anak zaman sekarang tidak penting, mereka selalu dihina dan di caci.
            “Alay banget sih kalian! Kayak di gaji aja sama pemerintah!” ucap salah seorang teman mereka yang tidak berpihak kepada apa yang dilakukan mereka, “Alah paling mas Blankon inikan yang ngajakin kalian?”
            “Eh, ojo sembarangan yo! Aku memang yang ngajakin mereka tapi merekanya sendiri kok yang arep melu!” akhirnya sekian lama tidak pernah mendengar Bowo marah, hari itu mereka semua mendengar Bowo marah.
            “Alah kau Ririn, apa coba yang kau berikan dari Negeri ini?” tanya Ucok membela temannya.
            “Tak de, ngape aku harus berikan untuk Negara ni?” tanya Ririn makin menantang.
            “Harusnya kamu sadar kita jangan hanya mau di berikan tapi kita juga harus memberikan!” ucap Udin dengan nada tegas namun pelan. Dia lebih bisa menahan emosinya, ketimbang ketiga temannya itu.
            “Alah malas ngomong sama orang sok paten!” ucap Ririn pergi meninggalkan Bowo Cs. Menuju kantin sekolah yang terlihat tidak pernah sepi. Sementara kelima anak itu pergi meninggalkan tempat mereka berdiri sekarang menuju kelas yang sempit. Mereka berada disana untuk memitingkan nama yang tepat untuk forum yang akan mereka bangun ini dengan sederhana tentunya.
            “Kulo tau areb jenenge opo untuk forum iki!” ucap Bowo sambil membetulkan letak Blankonnya yang tadi sempat berubah posisi.
            “Memang apa yang mau kau usulkan untuk nama forum ini?” tanya Ucok sambil mendekat kearah Bowo.
            “LeBBAI!”  ucap Bowo singakat.
            “LeBBAI, memangnya ape istimewe-nye dari nama tu?” tanya Bujang tak mengerti apa yang terlintas dalam pikiran Bowo.
            “Aku rasa nama itu boleh juga di pakai, sekarangkan lagi ngetren yang namanya LeBBAI? Memangnya apa kepanjangannya Wo?” tanya Udin dengan tampang sedikit bingung.
            “LeBBAI iku, Lestarikan Budaya BAngsa Indonesia, apik ora?” tanya Bowo dengan nada yang sedikit berbangga hati. Mereka setuju dengan usulan dari Bowo, dengan. Akhirnya forum LeBAI resmi dibuka terutama di Facebook karena masih gratis dengan ketua Mas Blankon Bowo Rahardjo Sudrajat, dan pengikut-pengikut lainya termaksud juga dengan Buyung sii anak Padang asli selaku Koordinasi, Ucok aku ini memang orang medan, system pengamanan, Udin aku bukan Udin sedunia memberi Info tentang Indonesia, Bujang lapok kali, hanya sebagai pengikut biasa dia tidak mau bekerja terlalu berat.
            Setelah sebulan lamanya, mereka membuka forum LeBBAI ini, banyak yang ikut berparti sipasi, bahkan mereka ada yang membuat komunitas-komunitas didaerah mereka sendiri, kalau kelima anak itu menyelenggarakan setiap hari minggu di lapangan Pamedan kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau.
            “Eh, temen kulo yang dari LA kata ne areb jadi komite di LeBBAI!” seru Bowo ketika mereka berkumpul di rumah Bowo.
            “Wah, bagus itu! Ambo senang nyo kalau ado yang mau bantu untuk mendanai forum kito!” ucap Buyung lantas berdiri dengan semangat.
            “Siape nak jadi komite dekat LeBBAI?” tanya Bujang sambil membetulkan letak baju kurungnya yang kebesaran.
            “jeneng ne Dave Liornard! Deve konco ku bien nang Jogja!” ucap Bowo sambil memberikan sebuah poto.
            “Nampak sedikit aneh dengan nama nya!” ucap Ucok yang tumben-tumbennya tidak menggunakan logat Bataknya.
            “ya iya lah kang mas, nama ne rodo aneh! De’e kan wong LA udu wong Medan!” ucap Bowo sambil memukul pelan kepala Ucok.  Berkat dana Komite dari teman Bowo di LA mereka dapat dengan gencar berkoar “jauhi narkoba dekati aktifitas-aktifitas mengasyikkan di forum LeBBAI” semua orang berminat ikut ini, teriakan mereka berhasil membuat pemuda-pemudi ikut andil dalam forum mereka, bahkan jika ada yang lebih tua dari mereka datang untuk mengikuti forum itu, mereka manamainya sebagai Sesepuh yang telah di lahirkan duluan dari pada kami.
            Setiap satu bulan sekali kegiatan rutin mereka, berkunjung ke sebuah Negara khusus untuk mempromosikan budaya Indonesia. Berkat Komite LeBBAI berdiri untuk mensuport mereka, akhirnya mereka berhasil tour-tour hingga keluar negri, banyak yang bilang LeBBAI itu sanggar tapi ternyata LeBBAI itu sebuah forum dimana orang yang nggak bisa nari, nyanyi, atau main alat musik bisa juga ikut bergabung di group ini.
            “kalo, kulo ditanyain kenapa kulo memilih untuk menggunakan Blankon iki ketimbang topi!” ucap Mas Blankon Bowo Rahardjo Sudrajat, memberi penjelas materi ciri khas Indonesia dilihat dari kehidupan sehari-hari, di lapangan Pamedan Tanjungpinang tentunya.
            “lantas kakak guru menjawab apa?” tanya seorang anak yang mengikuti kelasnya.
            “kulo menjawab, Blankon asli ne nang Indonesia pulau  Jawi, jadi Blankon iki melambangken, betapa Kulo ini Indonesia banget!” Ucap Bowo dengan bangga tanpa ragu-ragu tentunya. Semua anak yang ikut di forumnya juga mengikuti gaya Bowo dengan menggunakan apa yang sudah menjadi ciri khas daerah masing-masing, tanpa malu-malu terhadap orang diluar Forum.
            Walaupun forum LeBBAI ini telah berkembang pesat tapi masih banyak kendala, masih banyak anak muda yang sudah pasrah dengan keadaannya sekarang.  Bahkan hampir-hampir Ucok sudah mulai frustasi padahal dia sebagai orang paling berpengaruh di forum aja bersikap begitu, dia jenuh tidak bisa berbuat apa-apa sekarang. Bahkan atas kehadiran, forum yang lebih menggiurkan ketimbang hanya sekedar untuk lestarikan budaya bangsa Indonesia atau  cinta dengan budaya bangsa.
            “Wes to! Tetap berjuang, kita durung selesai e!” ucap Bowo membakar semangat teman-teman-nya.
            “Ambo tau kalian semua sudah capek dengan perjuangan ini kan?” ucap Buyung dengan keras terhadap ketiga temannya yang ingin menyudahkan perjuangannya. “Ambo juga begitu! Tapi apo kalian indak malu dengan Komite LeBBAI?”
            “Bodoh amatlah dengan Komite LeBBAI, aku memang dah sangke kalau ini tak bakal jadi bagos pade akhirnye!” ucap Bujang sambil meneguk air yang disediakan oleh Bowo tadi.

            “Onde mande! Kalian Indak berpikir nanti kalau mereka cap pemuda kito sebagai pemuda yang indak cinta Negara gimano?” tanya Buyung semakin yakin kalau forum itu akan terus berdiri kokoh dengan naungan kelima anak super jenius, itu julukan Buyung untuk teman-temannya mereka bukan Jenius dalam pelajaran. Tapi mereka cukup Jenius untuk merubah hal kecil dan menjadikan yang kecil ke yang besar.
            “Tapi ini semua sudah kelewatan, semua orang satu-persatu pergi dari grup kita!” ucap Udin yang mulai pesimis dengan semua perbuatan mereka yang berasa sia-sia, sejenak ruangan itu sepi.  Ucok, orang paling aktif diForum, bahkan di kehidupan nyata tapi hari itu dia tak sama sekali berbicara tentang perubahan. Terdengar bunyi motor berhenti diluar rumah Bowo, Bascame LeBBAI selama ini, komunitas yang bergabung langsung tahu bascame ini dimana.
            Hentakan langkah kaki seseorang semakin terdengar, pintu depan terbuka lebar-lebar sehingga pemilik rumah dan tamu tahu siapa yang datang dan berada didalam rumah itu. Seorang anak kecil berusia sekitar 13 tahun dengan tas ransel-nya datang menghampiri kelima anak itu, entah buat apa anak itu datang sejak lima hari yang lalu tidak ada lagi pengunjung-pengunjung dirumah Bowo, semuanya lari menuju Komunitas yang lebih memikat hati dan mendapat keuntungan lebih besar.
            “Selamat siang, kakak-kakak guru, baikkah kabar kalian!” ucap-nya langsung masuk menuju kelima anak itu berada saat ini.
            “Gery!” ucap Buyung dengan tampang sedikit bingung, ternyata mereka berlima telah menganal Gery lama, mungkin ada satu alasan mengapa Gery juga masih betah dan bertahan di Forum itu.
            “Kami baik-baik saja memangnya kenapa?” Tanya Udin sambil menggeserkan badannya agar Gery dapat duduk disebelahnya.
            “Tidak aku hanya mau bertanya saja! Apakah benar Forum akan ditutup secara sah?” tanya Gery meyakinkan senior-seniornya.
            “Kalau iya kenapa, kau tak senang dengan keputusan dewan LeBBAI?” tanya Ucok sambil mengambil sebuah pisang goreng dari piring di atas meja.
            “Ya, Jelaslah kakak guru medan aku tidak senang, aku dulu hanya seorang anak pecandu drunk berat, sejak bermain facebook dan bertemu Forum kalian aku merasa telah menghancurkan Bangsaku, aku memaki Bangsaku lantaran pemimpinnya tak dapat bertingkah adil, terhadat kami kaum pinggiran! Tapi sejak aku mengenal Forum kalian aku merasa, apa yang aku fikirkan kemarin itu nol besar! Apa yang aku beri untuk Bangsa ini?” ucap Gery, kelima anak itu hanya mendengarkan pengakuan isi hati Gery. “Sementara yang aku beri hanya sebuah kehancuran buat Negaraku!”
            “Kau serius dengan ucapan kau itu?” tanya Ucok meragukan pengakuan dari Gery.
            “Aku serius, ini tes kesehatanku!” ucap Gery memberikan tes kesehatan fisiknya, ternyata benar dia bekas pecandu narkoba. Seketika Ucok kembali bersemangat untuk melanjutkan forum tersebut.
            “kulo bangga karo awak mu! Kita mulai seko awal yo, iki durung opo-opo konco, ini awal seko perjuangan kita!” ucap Bowo dengan pasti dia-kan kepala Dewan LeBBAI. Ucok semakin tertantang untuk memulainya, semuanya ikut andil dalam membangun Forum LeBBAI dari awal lagi, bahkan Komite LeBBAI juga memperjuangkan dana untuk para anggota LeBBAI sendiri.
            “Kita hanya berjalan dengan sepuluh wong, enam wong lanang, dan Papat wong wadon!” ucap Bowo dengan medok Jawanya yang masih kental terdengar. “sementara, sasi ngarep kita wes areb lungo nang Jerman, gawe tampil nang kono!”
            “Lha kita akan gawe opo untuk tampil nang kono?” tanya Restia salah satu anak yang pandai menari dan memainkan Angklung, dia bergabung sejak Gery mengajaknya untuk ikut bergabung dalam forum ini.
            “Yo wes sak iki tugas ne kita yo cari ide gawe tampil sesok nang kono!”  ucap Bowo sambil membetulkan letak Blankonnya.
            Awal bulan telah menjemput, rencananya mereka akan berangkat pada tanggal lima, setelah bersiap untuk memberi surat-surat izin kepada orang tua serta sekolah-sekolah untuk memberi izin agar anak serta siswa mereka diizinkan untuk beberapa hari ini tidak masuk sekolah. Sebelum mereka pergi menuju Jerman, ternyata beberapa sanggar Reog dan sangar-sanggar lainnya mengetahui bahwa mereka melestarikan apa yang sudah menjadi milik negeri ini.
            “Awak ku kagum karo koe Bowo!” ucap Tejo ketua yayasan sanggar.
            “Ah, mas iki iso wae!” ucap Bowo merendah. Akhirnya mereka bergabung dengan sanggar-sanggar tradisional se-Kepulauan Riau, banyak anak-anak yang mau ikut bergabung untuk berdengung jangan hanya bisa bilang “AKU CINTA INDONESIA doang” tapi juga bisa melaksanakan bagai mana menunjukan rasa cinta kita terhadap Indonesia, jangan tanya apa yang Negara berikan buat kamu, tapi tanya apa yang kamu berikan buat Negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar