Senin, 06 Mei 2013

Kara









“Cie Kamera baru!” seru Key dengan nada menggoda, kepada  sahabatnya yang bernama Kara. Kara adalah sosok gadis yang ceria, bawel, lucu, cantik dan hampir mendekati sempurna, tapi dia juga rendah hati tidak suka di bilang sepurna karena dia bukan orang yang  sempurna menurutnya.
            “Iya nih berasa punya Dunia baru!” Kara berseru dengan lembut, sambil memotret-moteret sobanya yang asyik dengan pandangan mereka masing-masing.
            “Jadi apa rencana kamu?” tanya Liemey kemudian sambil memasukan Smartphonenya kedalam tas.
            “Apa ya?” Kara berfikir sejenak lalu dia menemukan jawabannya,  “Mengabadikan Kisah cinta setiap orang!” kemudian Kara meletakkan Kamera nya diatas meja dan menyedot Jus Mangga yang tidak di sentuhnya sejak tadi.
            Mereka bertiga adalah sahabat karib sejak kelas satu SMA, meskipun Hobby bahkan kesukaan mereka bertolak belakang satu sama lain. Entah kenapa itu tidak pernah menjadi masalah yang serius dalam persahabatan mereka, itulah yang namanya sahabat yang katanya saling pengertian satu sama lain. Kara yang hobbynya nggak jauh-jauh dari dunia jurnalistik bercita-cita  pengen jadi jurnalis terkenal, kemana-mana selalu membawa kamera maupun Laptop untuk tempat dia menumpahkan segala Imajinasinya dan sekarang dia sibuk dengan impiannya sampai tidak sempat memikirkan makhluk yang namanya pacar.
            Key yang doyannya menikmati Kuliner dan memiliki cita-cita menjadi seorang chef yang akhirnya kerja di sebuah perusahaan harus gigit jari sendiri dengan  cita-citanya yang nggak kecapean itu, Key lebih beruntung dari pada Kara. Key sudah menjalin hubungan bersama cowok yang bernama Kal bahkan mereka sudah menjalin hubungan lebih dari lima tahun. Sementara cewek yang nama Liemey cendrung pemalu dan memiliki bakat terpendam yaitu dalam dunia bisnis, maklum saja keluarganya turun-temurun menjadi seorang pedagang. Hobbynya cendrung aneh dan boros, dia senang mengoleksi Gadget keluaran terbaru, sehingga menuntun dia untuk membuat sebuah konter HP dan alat elektronik lainnya, yang juga beruntung telah memiliki pasangan bernama Ruben.
            “Nggak kepikiran pacar?” tanya Key sambil menyeruput minumannya, diatara mereka sosok yang menjadi panutan yah Key dengan gayanya yang dewasa, dan dia sendiri sudah mapan dengan pekerjaannya sekarang.
            “Iya, apa Masih menunggu Cinta diam-diam kamu?” tanya Liemey, yang membuka arah pembicaraan menuju Cinta diam-diam yang Kara rasakan kepada kakak kelasnya sendiri.
            “Eits, Do’i Mah udah lama angkat kaki dari hati aku!” Kara berseru sambil mengedarkan padangannya kesana kemari, tiba-tiba pandangannya terhenti setelah melihat sesosok cowok tampan tepat dua meja didepannya. Cowok itu adalah cowok yang tidak asing bagi seorang Kara yang kerap kali selalu nongkrong di cafe D’pohon ini. Kara hampir hafal apa yang dilakukan cowok itu, dan pesanan apa yang sering di pesan Cowok itu.
            “Jadi cinta diam-diamnya kamu sekarang cowok berlatop itu!” ucap Liemey dengan hati-hati agar tidak di ketahui orang yang sedang dibicarakan, sebelum menjawab Kara hanya tersenyum centil kearah kedua temannya.
            “Udah apa lagi? Kenalan sana!” Ucap Key sambil menyemangati sahabatnya dengan cara tangan kanannya dikepal dan dinaiki keatas, sukses membuat bahan perhatian pengunjung cafe. Tapi anehnya cowok itu masih pada posisi semula dan tidak bergerak sama sekali, “Helo, Mau sampai kapan cinta diam-diam melulu?” tanya Key sekali lagi.
            “Aku itu perempuan Jaman dulu, yang nggak semudah itu kenalan duluan dengan orang lain, apa lagi yang lawan jenisku!” ucap Kara sambil menusuk-nusuk ayam panggangnya dengan garpu.
            Cowok itu sama sekali tidak memperdulikan sekelilingnya, semantara Kara juga hanya bisa melirik sambil bergurau dengan kedua sahabatnya. Kara tahu cowok itu ketika mereka satu tempat duduk di Bus kampus, sering nongkrong di cafe yang sama dan secara kebetulan juga mereka berada pada kampus yang sama. Akhir-akhir ini Kara mulai tertarik dengan kisah cinta, mulai jatuh cinta pada hal-hal yang romantis tapi dia masih berfikir keras untuk benar-benar jatuh cinta pada seorang laki-laki.
            “Ya udah ya, aku balik kekantor dulu!” pamit Key langsung menyambar tasnya dengan cepat, dan melesat menghilang dari balik pintu cafe.
            “Aku juga mau nemenin Ruben! Mumpung dia belum pulang!”  ucap Liemey yang juga dengan cepat kilat menyambar kunci mobilnya dan membereskan gadget-gadgetnya yang berserakan di atas meja.
            Sementara Kara tampak belum mau beranjak dari tempatnya sekarang, diam-diam dia mengabadikan momen-momen yang indah itu. Cewek yang ngakunya jago nulis cerita cinta akhir-akhir ini, nggak berani untuk memulai cerita cintanya sendiri. Dia terlalu sering memendam rasa, sehingga dia terlalu takut di khianati.
            ‘Kring’ suara Hp Kara berdering, memecahkan semua lamunannya tentang cowok yang dia sendiri tidak tahu namanya. Dan dengan malas Kara mengeluarkan Hpnya dari kantong kemejanya, Kara mendelik ke layar LCD ‘Mama Calling...’ dia menghembuskan napas dengan panjang. Intinya dia sedang malas diganggu oleh siapapun, entah itu mamanya.
            “Iya ma kenapa?” tanya Kara dengan santai.
            “Besok anak teman mama datang kerumah! Dia mau ngekost dirumah!” seru mamanya, Kara tidak terlalu mendengarkan apa yang disebut oleh Mamanya.
            “Cewek  apa cowok ma?” tanya Kara dengan datar, setelah dia menyadari bahwa mamanya sedang membahas anak teman mamanya itu.
            “Cowok! Bang Tara, Pak Ujang, dan Mbok Asih kan ada jadi kamu aman!” seru Mamanya langsung membuat anaknya tenang setelah  memberitahu kalau masih ada orang banyak dirumah itu.
            “Lho, siapa yang takut di apa-apain ma! Cuma nanyak doang!” ucap Kara dengan santai, yang kemudian di tertawakan oleh mamanya.
***
            Keesokan harinya Kara tidak kemana-mana, karena dia sudah janji sama mamanya. Untuk menunggu kedatangan anak teman mamanya, sementara Tara masih juga bermain basket padahal hari sudah  semakin siang. Kakaknya memiliki postur tubuh yang ideal untuk menjadi seorang atlit, hal itu lah yang membuat kakaknya sibuk bermimpi menjadi pemain NBA, atau paling tidak dia bisa menjadi atlit basket nasional.
            “Bang Item lho nanti!” celetuk  kara dari depan pintu yang menembus langsung ke halaman belakang, “Bang, Obsesi mau jadi atlit NBA itu di kubur dalam-dalam aja lah!” Kara kerap kali menurunkan semangat empat limanya Tara.
            “Kamu, coba dukung abang mu ini!”  ucap Tara santai sambil mendekat kearah Kara, “Kar, anaknya tante Gea  Kapan datengnya?” tanya Tara kemudian keringat menguncur diseluruh tubuh Tara, bahkan Tara sudah seperti mandi.
            “Nggak tahu bang!” celetuk Kara sambil menaiki kedua bahunya.
            “Abang mau jalan nih sama mbak Anggun! Abang kasih kamu pulsa dua ratus mau?” tanya Tara mencoba menyogok adiknya, dasar Karanya yang mata duitan. Tanpa basa basi dia langsung menerima dan mengangguk secepat kilat.
            “Nah gitu dong!” ucap Tara memeluk adik semata wayangnya, Kara mulai tampak engap-engapan tidak bisa bernafas akibat bau tubuh kakaknya.
            “Bang, sebentar aja kali! Pingsan tau kalau lama-lama!” ucap Kara, melepaskan pelukan kakaknya.
            Sejam kemudian Tara pamit untuk pergi kencan bersama pacarnya, dengan iming-iming pulsa dua ratus ribu. Kara rela tidak kemana-mana hari ini. Kara sudah mulai bosan menunggu anak tante Gea, sementara jam sudah menunjukan pukul setengah tiga sore itu tandanya anak itu telat dua jam dari perjanjian. ‘Teng Nong’ bel rumah Kara di pencet berkali-kali oleh tamu yang datang, dengan semangat empat lima Kara terlonjak dari sofa  menuju pintu depan.
            “Kara ya?”  tanya cowok itu, seketika Kara berhasil berhadapan dengan dia beberapa senti. Kara sendiri tidak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang, cowok yang berkali-kali selalu ditemuinya di cafe. Dia adalah cowok berlaptop yang dijuluki oleh Liemey, “Halo Kara?” ucap cowok itu sambil menepukkan kedua tangannya tepat didepan muka Kara.
            “Eh, Iya sorry-sorry! Aku Kara” ucap Kara sambil mengulurkan tanggannya  untuk di salami oleh cowok tampan didepannya.
            “Aku Ken!” ucap cowok yang bernama Ken, seketika hati Kara seperti di tebari bunga tanpa henti. Senang, gugup, dan tidak karuan semua bercampur manjadi satu dalam ruang hati yang kosong milik Kara Kumala.
            “Anaknya tante Gea ya?” tanya Kara mulai berbasa-basi, dia tidak tahu harus berbicara apa lagi untuk berbicara dengan cowok itu.
            “Iya, yang mau ngekost disini!” ucap Ken seadanya.
            “Udah tahu mama udah bilang semalam!” jawab Kara kemudian terdiam.
            “Jadi aku ngekos disini?” tanya Ken menunjuk kearah dimana dia berdiri sekarang, Kara semakin salah tingkah. Tanpa berbicara apapun Kara mengisyaratkan untuk ikut kepadanya, Kara mengantarkan Ken ke sebuah kamar yang kosong tepat disebelah Kamarnya. Setelah berhasil mengantarkan Ken, Kara langsung pamit mana mungkin dia bisa berlama-lama disana dengan tatapan hangat dari Ken.
***
            “Jadi namanya Ken?” tanya Key ketika mereka bertiga sedang berkumpul, sambil menikmati makanannya Kara mengangguk-angguk.
            “Jadi... bener-bener jatuh cinta?” tanya Liemey yang sibuk dengan smartphonenya. 
            “Sepertinya?”
***
            Hari itu, entah hal apa yang membuat Kara dan Ken keluar dari kamar mereka masing-masing secara bersamaan. Sementara Tara sudah duduk dengan apik dimeja makan, sambil menikmati sarapan pagi. Sesaat Ken menatap Kara yang baru saja ingin menutup pintunya, tapi tampaknya Kara mengacuhkan seharusnya dia pandang. Seolah-olah Kara tidak pernah ada Ken disamping nya sejak tadi. Keduanya kemudian sama-sama  turun dari lantai dua, dan melihat Tara sudah asyik dengan rotinya.
            “Hai, kalian berdua sarapan dulu!” ucap Tara menunjukan roti yang sudah di giginya.
            “Nggak bang makasih aku telat nih!” ucap Kara yang sibuk melilitkan jam berwarna kuning yang bukan main menterengnya.
            “Aku juga bang! Kuliah pagi” ucap Ken yang  tak kalah ribetnya, memasang sepatu. Tara malah mengacuhkan dua orang yang di kejar-kejar waktu itu.
            “Bang aku duluan!” pamit Kara setengah berlari keluar dari rumah, dia sibuk mencari angkutan umum, ‘kalau begini beneran telat nih’ gerutu Kara sambil menghentak-hentakan kakinya ke tanah, tiba-tiba Ken berhenti dengan motor maticnya.
            “Mau kekampus?” tanya Ken pada Kara yang langsung mengangguk, “Yuk sama aku!”
            “Tapi kamu...” ucap Kara terhenti.
            “Kitakan satu kampus” ucap Ken seadanya, “Dari pada telat” bahkan sebelumnya Kara tidak pernah bermimpi berdua pergi kekampus bersama Ken. Ken dengan lancar mengendari motornya, untung bukan di jakarta, kalau di jakarta mungkin mereka sudah terjebak oleh keramaian dijalan raya karena macet.
            Sampai di kampus, kara dengan senyum bahagia mendapatkan  sms bahwa dosennya tidak masuk hari ini. Dan begitu pula dengan ken, hari ini takdir mengatakan mereka berdua untuk saling bertemu. Bahkan mungkin diluar dugaan, Kara dan Ken sekarang malah akrab.
            “Ada yang salah dengan aku kok senyum-senyum begitu?” ucap Ken sedikit curiga.
            “Nggak, barusan dapet sms, Dosen nggak masuk!” ucap Kara sambil menimbang-nimbang Hp nya.
            “Kok bisa samaan gitu ya?” seru Ken bingung, “Biasanya kemana?” tanya Ken dengan santai.
            “Ngafe di D’Pohon!” ucap Kara yang masih fokus pada hpnya. 
            “D’Pohon deket pom bensin?” tanya Ken.
            “Iya memangnya dimmana lagi?” seru Kara santai, sambil menyandar di motor ken.
            “Kok nggak pernah ngeliat ya?” tanya Ken.
            “Kalau aku sih sering liat kamu! Tempat favorit kamu di D’pohon itu meja nomor tiga, kalau di kampus itu kamu suka nangkrong di kantin! Kalau di Bus kampus kamu suka duduk no tiga deket jendela!” tutur  kara denganan lengkap, seketika ken tercengang dengan pernyataan dari Kara.
            “Segitu ngefensnya ya sama aku?” tanya Ken, dengan nada menggoda dan senyum yang membuat kegantengannya naik seratus persen.
            “Heh... ngefensnya sih nggak! Gimana ya  ngomongnya...” ucap Kara  kali ini benar-benar salah tingkah, “Pertama kebetulan aku udah sering nongkrong di D’pohon, kedua aku juga sering naik bus  yang sama bahkan sempat beberapa kalai kita sebelahan, yang terakhir kamu  itukan inceran anak semua fakultas jadi aku sering denger!” rentet Kara mencari alasan untuk menghindar dari tuduhan Ken.
            “Termaksud kamu?” sela Ken enteng.
            “Nggak! Ya udah aku mau cari tumpangan dulu buat ke pinang!” ucap Kara garuk-garuk kepala, sambil mencoba kabur dari hadapan Ken.
            “Ngapain, sama aku aja lah!” ucap Ken, tapi jantung Kara sudah tidak karuan. Bahkan kaki Kara hampir tidak berfungsi lagi, “Tapi temenin ke Klenteng tua  dulu ya aku mau ambil beberapa contoh Foto!” ucap ken, tawaran yang menggiurkan bagi Kara.
            “Mau!” seru Kara yang lalu di lanjutkan dengan senyum terindah oleh Ken.
            Mereka berdua pergi ke klenteng tua, yang tak jauh dari kampus. Kara yang juga ingin menambah koleksi poto-potonya jadi semangat dengan ajakan dari Ken, sepanjang perjalanan mereka asyik ngobrol sekai-sekali di barengi dengan canda dan tawa dari keduanya. Tak sampai setengah jam mereka sudah sampai di tempat yang mereka inginkan, bahkan dari ujung lautnyapun mereka masih bisa melihat laut lepas yang indah.
            “Jadi kamu suka nulis sama photography?” tanya Ken memastikan bahwa pendengarannya tadi tidak salah.
            “Iya, Nulisnya sih Cuma iseng-iseng aja!”
            “Kita punya kesamaan dong! Aku juga suka nulis sama photography!” ucap Ken sambil memeggang Kamera DSLR nya, “ Kapan-kapan boleh baca karya kamu kan?” tanya Ken memastikan bahwa permintaannya tidak akan di tolak.
            “Gampang itu! Cuma masih dalam tahap belajar, jadi masih banyak yang jelek!” Kara menjawab dengan jujur.
            “Jelek atau tidaknya itu urusan belakang ra!” ucap Ken dengan santai.
***
            Perasaan ini tidak pernah dirasakan oleh Kara, dia merasa berbeda kalau sedang dekat dengan seorang Ken. Pipinya jadi merah dan jantungnya berdetak tidak beraturan, di tambah lagi dengan darahnya yang tiba-tiba seperti membeku. Kara belum pernah merasakan jatuh cinta, dia tidak yakin kalau ini adalah perasaan cinta.  Key dan Liemey sudah bilang kalau dia sedang jatuh cinta, tapi karena Kara anak yang keras kepala dia malah menapiknya.
            “Tuh kan apa aku bilang kamu itu jatuh cinta sama Ken!” ucap Key sambil mengacak-acak rambut pendek Kara, langsung duduk di kursi sebelah Kiri Kara.
            “Jatuh cinta nggak lah, mana mungkin!” tepis Kara, dengan perasaan yang campur aduk dan berujung kepada salah tingkah.
            “Mulut boleh berbohong ra, tapi hati nggak!” Liemey yang hanya diam saja sejak tadi ternyata ikut menyimak perkataan kedua temannya.
***
            Malam yang cerah hari ini, tumben-tumbennya Tara membawa Anggun kerumah. Sementara Kara sibuk mendengarkan lagu dari Hpnya didalam kamar, Ken juga tampaknya betah didepan tv. Intinya Hari itu tidak ada satu orangpun yang keluar dari rumah, Tara meneriaki Kara dari bawah. Dengan malas dan kesal Kara keluar dari kamarnya, dan dengan tersenyum anggun kepada pacar kakaknya.
            “Tumben Bang nggak jalan?” tanya Kara sambil duduk disebelah Ken.
            “Kak Anggun pengen nengokin kamu katanya!” celetuk Tara, yang langsung di cubit manja oleh Anggun sementara Kara hanya tersenyum. Selanjutnya tak ada percakapan yang serius, Kara bercanda dengan Ken. Sementara Tara dan Anggun sibuk berkasih.
            “Kalian jadian aja lah!” celetuk Tara ketika mereka berempat kembali bersama, di depan TV.
            “Iya kalian cocok kok!” sambung Anggun.
            Tapi walaupun Kara menyimpan perasaannya dengan Ken, dia hanya bisa pasrah ketika Ken menyatakan “Kita Just Friends kan Ra!”. Kara hanya bisa menahan tangis, dan rasa kesalnya yang dalam. Dia salah mencintai orang dia salah merajut cinta di hatinya, dan dia hanya bisa pasrah dan menarik nafas yang sangat dalam.

END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar