“Cie
Kamera baru!” seru Key dengan nada menggoda, kepada sahabatnya yang bernama Kara. Kara adalah
sosok gadis yang ceria, bawel, lucu, cantik dan hampir mendekati sempurna, tapi
dia juga rendah hati tidak suka di bilang sepurna karena dia bukan orang
yang sempurna menurutnya.
“Iya nih berasa punya Dunia baru!”
Kara berseru dengan lembut, sambil memotret-moteret sobanya yang asyik dengan
pandangan mereka masing-masing.
“Jadi apa rencana kamu?” tanya
Liemey kemudian sambil memasukan Smartphonenya kedalam tas.
“Apa ya?” Kara berfikir sejenak lalu
dia menemukan jawabannya, “Mengabadikan
Kisah cinta setiap orang!” kemudian Kara meletakkan Kamera nya diatas meja dan
menyedot Jus Mangga yang tidak di sentuhnya sejak tadi.
Mereka bertiga adalah sahabat karib
sejak kelas satu SMA, meskipun Hobby bahkan kesukaan mereka bertolak belakang
satu sama lain. Entah kenapa itu tidak pernah menjadi masalah yang serius dalam
persahabatan mereka, itulah yang namanya sahabat yang katanya saling pengertian
satu sama lain. Kara yang hobbynya nggak jauh-jauh dari dunia jurnalistik
bercita-cita pengen jadi jurnalis
terkenal, kemana-mana selalu membawa kamera maupun Laptop untuk tempat dia
menumpahkan segala Imajinasinya dan sekarang dia sibuk dengan impiannya sampai
tidak sempat memikirkan makhluk yang namanya pacar.
Key yang doyannya menikmati Kuliner
dan memiliki cita-cita menjadi seorang chef yang akhirnya kerja di sebuah
perusahaan harus gigit jari sendiri dengan
cita-citanya yang nggak kecapean itu, Key lebih beruntung dari pada Kara.
Key sudah menjalin hubungan bersama cowok yang bernama Kal bahkan mereka sudah
menjalin hubungan lebih dari lima tahun. Sementara cewek yang nama Liemey
cendrung pemalu dan memiliki bakat terpendam yaitu dalam dunia bisnis, maklum
saja keluarganya turun-temurun menjadi seorang pedagang. Hobbynya cendrung aneh
dan boros, dia senang mengoleksi Gadget keluaran terbaru, sehingga menuntun dia
untuk membuat sebuah konter HP dan alat elektronik lainnya, yang juga beruntung
telah memiliki pasangan bernama Ruben.
“Nggak kepikiran pacar?” tanya Key
sambil menyeruput minumannya, diatara mereka sosok yang menjadi panutan yah Key
dengan gayanya yang dewasa, dan dia sendiri sudah mapan dengan pekerjaannya
sekarang.
“Iya, apa Masih menunggu Cinta
diam-diam kamu?” tanya Liemey, yang membuka arah pembicaraan menuju Cinta
diam-diam yang Kara rasakan kepada kakak kelasnya sendiri.
“Eits, Do’i Mah udah lama angkat
kaki dari hati aku!” Kara berseru sambil mengedarkan padangannya kesana kemari,
tiba-tiba pandangannya terhenti setelah melihat sesosok cowok tampan tepat dua
meja didepannya. Cowok itu adalah cowok yang tidak asing bagi seorang Kara yang
kerap kali selalu nongkrong di cafe D’pohon ini. Kara hampir hafal apa yang
dilakukan cowok itu, dan pesanan apa yang sering di pesan Cowok itu.
“Jadi cinta diam-diamnya kamu
sekarang cowok berlatop itu!” ucap Liemey dengan hati-hati agar tidak di
ketahui orang yang sedang dibicarakan, sebelum menjawab Kara hanya tersenyum
centil kearah kedua temannya.
“Udah apa lagi? Kenalan sana!” Ucap
Key sambil menyemangati sahabatnya dengan cara tangan kanannya dikepal dan
dinaiki keatas, sukses membuat bahan perhatian pengunjung cafe. Tapi anehnya
cowok itu masih pada posisi semula dan tidak bergerak sama sekali, “Helo, Mau
sampai kapan cinta diam-diam melulu?” tanya Key sekali lagi.
“Aku itu perempuan Jaman dulu, yang
nggak semudah itu kenalan duluan dengan orang lain, apa lagi yang lawan
jenisku!” ucap Kara sambil menusuk-nusuk ayam panggangnya dengan garpu.
Cowok itu sama sekali tidak
memperdulikan sekelilingnya, semantara Kara juga hanya bisa melirik sambil
bergurau dengan kedua sahabatnya. Kara tahu cowok itu ketika mereka satu tempat
duduk di Bus kampus, sering nongkrong di cafe yang sama dan secara kebetulan
juga mereka berada pada kampus yang sama. Akhir-akhir ini Kara mulai tertarik
dengan kisah cinta, mulai jatuh cinta pada hal-hal yang romantis tapi dia masih
berfikir keras untuk benar-benar jatuh cinta pada seorang laki-laki.
“Ya udah ya, aku balik kekantor dulu!”
pamit Key langsung menyambar tasnya dengan cepat, dan melesat menghilang dari
balik pintu cafe.
“Aku juga mau nemenin Ruben! Mumpung
dia belum pulang!” ucap Liemey yang juga
dengan cepat kilat menyambar kunci mobilnya dan membereskan gadget-gadgetnya
yang berserakan di atas meja.
Sementara Kara tampak belum mau
beranjak dari tempatnya sekarang, diam-diam dia mengabadikan momen-momen yang
indah itu. Cewek yang ngakunya jago nulis cerita cinta akhir-akhir ini, nggak
berani untuk memulai cerita cintanya sendiri. Dia terlalu sering memendam rasa,
sehingga dia terlalu takut di khianati.
‘Kring’ suara Hp Kara berdering, memecahkan
semua lamunannya tentang cowok yang dia sendiri tidak tahu namanya. Dan dengan
malas Kara mengeluarkan Hpnya dari kantong kemejanya, Kara mendelik ke layar
LCD ‘Mama Calling...’ dia menghembuskan napas dengan panjang. Intinya dia
sedang malas diganggu oleh siapapun, entah itu mamanya.
“Iya ma kenapa?” tanya Kara dengan
santai.
“Besok anak teman mama datang
kerumah! Dia mau ngekost dirumah!” seru mamanya, Kara tidak terlalu
mendengarkan apa yang disebut oleh Mamanya.
“Cewek apa cowok ma?” tanya Kara dengan datar,
setelah dia menyadari bahwa mamanya sedang membahas anak teman mamanya itu.
“Cowok! Bang Tara, Pak Ujang, dan
Mbok Asih kan ada jadi kamu aman!” seru Mamanya langsung membuat anaknya tenang
setelah memberitahu kalau masih ada
orang banyak dirumah itu.
“Lho, siapa yang takut di apa-apain
ma! Cuma nanyak doang!” ucap Kara dengan santai, yang kemudian di tertawakan
oleh mamanya.
***
Keesokan harinya Kara tidak
kemana-mana, karena dia sudah janji sama mamanya. Untuk menunggu kedatangan
anak teman mamanya, sementara Tara masih juga bermain basket padahal hari
sudah semakin siang. Kakaknya memiliki
postur tubuh yang ideal untuk menjadi seorang atlit, hal itu lah yang membuat
kakaknya sibuk bermimpi menjadi pemain NBA, atau paling tidak dia bisa menjadi
atlit basket nasional.
“Bang Item lho nanti!” celetuk kara dari depan pintu yang menembus langsung
ke halaman belakang, “Bang, Obsesi mau jadi atlit NBA itu di kubur dalam-dalam
aja lah!” Kara kerap kali menurunkan semangat empat limanya Tara.
“Kamu, coba dukung abang mu
ini!” ucap Tara santai sambil mendekat
kearah Kara, “Kar, anaknya tante Gea
Kapan datengnya?” tanya Tara kemudian keringat menguncur diseluruh tubuh
Tara, bahkan Tara sudah seperti mandi.
“Nggak tahu bang!” celetuk Kara
sambil menaiki kedua bahunya.
“Abang mau jalan nih sama mbak
Anggun! Abang kasih kamu pulsa dua ratus mau?” tanya Tara mencoba menyogok
adiknya, dasar Karanya yang mata duitan. Tanpa basa basi dia langsung menerima
dan mengangguk secepat kilat.
“Nah gitu dong!” ucap Tara memeluk
adik semata wayangnya, Kara mulai tampak engap-engapan tidak bisa bernafas
akibat bau tubuh kakaknya.
“Bang, sebentar aja kali! Pingsan
tau kalau lama-lama!” ucap Kara, melepaskan pelukan kakaknya.
Sejam kemudian Tara pamit untuk
pergi kencan bersama pacarnya, dengan iming-iming pulsa dua ratus ribu. Kara
rela tidak kemana-mana hari ini. Kara sudah mulai bosan menunggu anak tante
Gea, sementara jam sudah menunjukan pukul setengah tiga sore itu tandanya anak
itu telat dua jam dari perjanjian. ‘Teng Nong’ bel rumah Kara di pencet
berkali-kali oleh tamu yang datang, dengan semangat empat lima Kara terlonjak
dari sofa menuju pintu depan.
“Kara ya?” tanya cowok itu, seketika Kara berhasil
berhadapan dengan dia beberapa senti. Kara sendiri tidak percaya dengan apa
yang dilihatnya sekarang, cowok yang berkali-kali selalu ditemuinya di cafe.
Dia adalah cowok berlaptop yang dijuluki oleh Liemey, “Halo Kara?” ucap cowok
itu sambil menepukkan kedua tangannya tepat didepan muka Kara.
“Eh, Iya sorry-sorry! Aku Kara” ucap
Kara sambil mengulurkan tanggannya untuk
di salami oleh cowok tampan didepannya.
“Aku Ken!” ucap cowok yang bernama
Ken, seketika hati Kara seperti di tebari bunga tanpa henti. Senang, gugup, dan
tidak karuan semua bercampur manjadi satu dalam ruang hati yang kosong milik
Kara Kumala.
“Anaknya tante Gea ya?” tanya Kara
mulai berbasa-basi, dia tidak tahu harus berbicara apa lagi untuk berbicara
dengan cowok itu.
“Iya, yang mau ngekost disini!” ucap
Ken seadanya.
“Udah tahu mama udah bilang
semalam!” jawab Kara kemudian terdiam.
“Jadi aku ngekos disini?” tanya Ken
menunjuk kearah dimana dia berdiri sekarang, Kara semakin salah tingkah. Tanpa
berbicara apapun Kara mengisyaratkan untuk ikut kepadanya, Kara mengantarkan
Ken ke sebuah kamar yang kosong tepat disebelah Kamarnya. Setelah berhasil
mengantarkan Ken, Kara langsung pamit mana mungkin dia bisa berlama-lama disana
dengan tatapan hangat dari Ken.
***
“Jadi namanya Ken?” tanya Key ketika
mereka bertiga sedang berkumpul, sambil menikmati makanannya Kara
mengangguk-angguk.
“Jadi... bener-bener jatuh cinta?”
tanya Liemey yang sibuk dengan smartphonenya.
“Sepertinya?”
***
Hari itu, entah hal apa yang membuat
Kara dan Ken keluar dari kamar mereka masing-masing secara bersamaan. Sementara
Tara sudah duduk dengan apik dimeja makan, sambil menikmati sarapan pagi.
Sesaat Ken menatap Kara yang baru saja ingin menutup pintunya, tapi tampaknya
Kara mengacuhkan seharusnya dia pandang. Seolah-olah Kara tidak pernah ada Ken
disamping nya sejak tadi. Keduanya kemudian sama-sama turun dari lantai dua, dan melihat Tara sudah
asyik dengan rotinya.
“Hai, kalian berdua sarapan dulu!”
ucap Tara menunjukan roti yang sudah di giginya.
“Nggak bang makasih aku telat nih!”
ucap Kara yang sibuk melilitkan jam berwarna kuning yang bukan main
menterengnya.
“Aku juga bang! Kuliah pagi” ucap
Ken yang tak kalah ribetnya, memasang
sepatu. Tara malah mengacuhkan dua orang yang di kejar-kejar waktu itu.
“Bang aku duluan!” pamit Kara
setengah berlari keluar dari rumah, dia sibuk mencari angkutan umum, ‘kalau
begini beneran telat nih’ gerutu Kara sambil menghentak-hentakan kakinya ke
tanah, tiba-tiba Ken berhenti dengan motor maticnya.
“Mau kekampus?” tanya Ken pada Kara
yang langsung mengangguk, “Yuk sama aku!”
“Tapi kamu...” ucap Kara terhenti.
“Kitakan satu kampus” ucap Ken
seadanya, “Dari pada telat” bahkan sebelumnya Kara tidak pernah bermimpi berdua
pergi kekampus bersama Ken. Ken dengan lancar mengendari motornya, untung bukan
di jakarta, kalau di jakarta mungkin mereka sudah terjebak oleh keramaian
dijalan raya karena macet.
Sampai di kampus, kara dengan senyum
bahagia mendapatkan sms bahwa dosennya tidak
masuk hari ini. Dan begitu pula dengan ken, hari ini takdir mengatakan mereka
berdua untuk saling bertemu. Bahkan mungkin diluar dugaan, Kara dan Ken
sekarang malah akrab.
“Ada yang salah dengan aku kok
senyum-senyum begitu?” ucap Ken sedikit curiga.
“Nggak, barusan dapet sms, Dosen
nggak masuk!” ucap Kara sambil menimbang-nimbang Hp nya.
“Kok bisa samaan gitu ya?” seru Ken
bingung, “Biasanya kemana?” tanya Ken dengan santai.
“Ngafe di D’Pohon!” ucap Kara yang
masih fokus pada hpnya.
“D’Pohon deket pom bensin?” tanya
Ken.
“Iya memangnya dimmana lagi?” seru
Kara santai, sambil menyandar di motor ken.
“Kok nggak pernah ngeliat ya?” tanya
Ken.
“Kalau aku sih sering liat kamu!
Tempat favorit kamu di D’pohon itu meja nomor tiga, kalau di kampus itu kamu
suka nangkrong di kantin! Kalau di Bus kampus kamu suka duduk no tiga deket
jendela!” tutur kara denganan lengkap,
seketika ken tercengang dengan pernyataan dari Kara.
“Segitu ngefensnya ya sama aku?”
tanya Ken, dengan nada menggoda dan senyum yang membuat kegantengannya naik
seratus persen.
“Heh... ngefensnya sih nggak! Gimana
ya ngomongnya...” ucap Kara kali ini benar-benar salah tingkah, “Pertama
kebetulan aku udah sering nongkrong di D’pohon, kedua aku juga sering naik
bus yang sama bahkan sempat beberapa
kalai kita sebelahan, yang terakhir kamu
itukan inceran anak semua fakultas jadi aku sering denger!” rentet Kara
mencari alasan untuk menghindar dari tuduhan Ken.
“Termaksud kamu?” sela Ken enteng.
“Nggak! Ya udah aku mau cari
tumpangan dulu buat ke pinang!” ucap Kara garuk-garuk kepala, sambil mencoba
kabur dari hadapan Ken.
“Ngapain, sama aku aja lah!” ucap
Ken, tapi jantung Kara sudah tidak karuan. Bahkan kaki Kara hampir tidak
berfungsi lagi, “Tapi temenin ke Klenteng tua
dulu ya aku mau ambil beberapa contoh Foto!” ucap ken, tawaran yang
menggiurkan bagi Kara.
“Mau!” seru Kara yang lalu di
lanjutkan dengan senyum terindah oleh Ken.
Mereka berdua pergi ke klenteng tua,
yang tak jauh dari kampus. Kara yang juga ingin menambah koleksi poto-potonya
jadi semangat dengan ajakan dari Ken, sepanjang perjalanan mereka asyik ngobrol
sekai-sekali di barengi dengan canda dan tawa dari keduanya. Tak sampai
setengah jam mereka sudah sampai di tempat yang mereka inginkan, bahkan dari
ujung lautnyapun mereka masih bisa melihat laut lepas yang indah.
“Jadi kamu suka nulis sama
photography?” tanya Ken memastikan bahwa pendengarannya tadi tidak salah.
“Iya, Nulisnya sih Cuma iseng-iseng
aja!”
“Kita punya kesamaan dong! Aku juga
suka nulis sama photography!” ucap Ken sambil memeggang Kamera DSLR nya, “
Kapan-kapan boleh baca karya kamu kan?” tanya Ken memastikan bahwa
permintaannya tidak akan di tolak.
“Gampang itu! Cuma masih dalam tahap
belajar, jadi masih banyak yang jelek!” Kara menjawab dengan jujur.
“Jelek atau tidaknya itu urusan
belakang ra!” ucap Ken dengan santai.
***
Perasaan ini tidak pernah dirasakan
oleh Kara, dia merasa berbeda kalau sedang dekat dengan seorang Ken. Pipinya
jadi merah dan jantungnya berdetak tidak beraturan, di tambah lagi dengan
darahnya yang tiba-tiba seperti membeku. Kara belum pernah merasakan jatuh
cinta, dia tidak yakin kalau ini adalah perasaan cinta. Key dan Liemey sudah bilang kalau dia sedang
jatuh cinta, tapi karena Kara anak yang keras kepala dia malah menapiknya.
“Tuh kan apa aku bilang kamu itu
jatuh cinta sama Ken!” ucap Key sambil mengacak-acak rambut pendek Kara,
langsung duduk di kursi sebelah Kiri Kara.
“Jatuh cinta nggak lah, mana
mungkin!” tepis Kara, dengan perasaan yang campur aduk dan berujung kepada
salah tingkah.
“Mulut boleh berbohong ra, tapi hati
nggak!” Liemey yang hanya diam saja sejak tadi ternyata ikut menyimak perkataan
kedua temannya.
***
Malam yang cerah hari ini,
tumben-tumbennya Tara membawa Anggun kerumah. Sementara Kara sibuk mendengarkan
lagu dari Hpnya didalam kamar, Ken juga tampaknya betah didepan tv. Intinya
Hari itu tidak ada satu orangpun yang keluar dari rumah, Tara meneriaki Kara
dari bawah. Dengan malas dan kesal Kara keluar dari kamarnya, dan dengan
tersenyum anggun kepada pacar kakaknya.
“Tumben Bang nggak jalan?” tanya
Kara sambil duduk disebelah Ken.
“Kak Anggun pengen nengokin kamu
katanya!” celetuk Tara, yang langsung di cubit manja oleh Anggun sementara Kara
hanya tersenyum. Selanjutnya tak ada percakapan yang serius, Kara bercanda
dengan Ken. Sementara Tara dan Anggun sibuk berkasih.
“Kalian jadian aja lah!” celetuk
Tara ketika mereka berempat kembali bersama, di depan TV.
“Iya kalian cocok kok!” sambung Anggun.
Tapi walaupun Kara menyimpan
perasaannya dengan Ken, dia hanya bisa pasrah ketika Ken menyatakan “Kita Just
Friends kan Ra!”. Kara hanya bisa menahan tangis, dan rasa kesalnya yang dalam.
Dia salah mencintai orang dia salah merajut cinta di hatinya, dan dia hanya
bisa pasrah dan menarik nafas yang sangat dalam.
END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar