Sudah lama
sekali aku tidak posting apa-apa di sini?
Apa
kabar? Kata itulah pertama kali ingin ku katakan pada kalian yang menyempatkan
singgah untuk melihat blog ini, dan sebagian pasti berkata, ah blog curhatan
galau remaja tanggung. Atau manusia putus asa yang sudah tidak tahu lagi harus
menumpahkan unek-uneknya di tempat seperti apa, buang-buang account....
Memang
ini semacam curhat, aku tidak terbiasa curhat sama orang lain, dan aku juga
tidak terbiasa menulis panjang-panjang di buku diary...
Satu minggu
yang berat, kenapa berat? Beberapa hari yang lalu, Ibuku pergi ke kantor dinas
dan mendapatkan berita bahwa jadi PNS sekarang minimal harus berkuliah di
kampus yang terakreditas B... sementara aku belum yakin kalau kampus itu
terakreditas B atau bahkan C saja aku tidak yakin... tapi. Lalu aku bertanya
“aku harus berbuat apa?” lalu Ibuku menawarkan pindah ke kampus lain, kampus
yang lebih besar, kampus yang otomatis terakreditasi B dan pindah dari Kota
yang sudah membuat aku bosan...
Tapi
tidak semudah itu, aku mendengar berita
itu setelah penutupan pendaftaran mahasiswa baru selesai beberapa minggu lalu.
Di tambah lagi, itu mendadak dan tidak mungkin orang tuaku bisa dapat uang
tunai dengan segera. Hal hasil pupus harapan yang sudah aku gantung lama, aku
menunggu kesempatan itu, aku menunggu selalu...
Aku
mengutuk diriku, bagaimana ini? Lalu aku mulai sadar, kenapa aku harus galau
setengah mati. Alasan aku semangat untuk pindah kuliah atau aku rela
meninggalkan kuliahku yang sekarang memasuki semester tiga untuk mengambil
jurusan yang memang aku minati, itu karena orang tua ku bilang mereka akan
mengulihiku Jogja. Sejak kelas dua smp aku bermimpi menjadi penulis, aku
bermimpi melihat buku-buku ku di pajang di rak-rak toko buku, di rak-rak
perpustakaan, di baca oleh orang-orang, dan dibicarakan. Itulah alasan kenapa
aku senang sekali ingin pindah, bukan aku berharap menjadi PNS kelak lulus
kuliah. Namun setelah semua nya penjelasan dari orang tuaku bahwa mereka tidak
bisa langsung memindahkan ku di tahun ajaran baru, karena begitu mendengar
berita itu mereka harus melepaskan salah satu investasi mereka, namun tampaknya
sia-sia yang berminat beli malah mengurungkan diri.
Hari itu
aku berencana, hari itu juga Allah menjawab bahwa belum saatnya kamu pindah,
atau bahkan belum saatnya kamu menginjakkan tanah kelahiranmu. Hari tak
berpihak pada ku... dan berhari-hari aku diam, lantas aku bertanya, “apa yang
harus aku lakukan? Bertahan dan mungkin tak berarti apa-apa?” lalu hari-hari
itu aku hanya menghabiskan untuk menonton film di laptop dan baca novel, hanya
kegiatan itulah yang ampuh untuk menghilangkan galauku.
Aku baca
novel karangannya Om Tere Liye... “Rembulan Tenggelam Diwajahmu” sebelumnya aku
pernah membaca karyanya yang berjudul “Daun yang jatuh tidak pernah membenci
angin” aku kagum dengan pemikirannya, kapan aku bisa seperti dia? Apakah dengan
hanya menetap di pulau ini aku bisa mewujudkan mimpi-mimpi ku. Entahlah
Pada Bab
17 Aku Sepotong Koran Tua, halaman 169
Aku
mulai tersadar satu hal, aku mulai menyimak kata demi katanya memaknai kata
demi katanya, sebelum aku menjelaskan makna yang ku dapat dari membaca tulisan
itu, aku akan salin kata-kata itu tanpa ada yang ku tambah-tambahi.